a

Salah satu ciri perekonomian Indonesia adalah peran signifikan sektor informal yang sebagian besar terdiri dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). UMKM di Indonesia berkontribusi 57,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan menyerap 97,2 persen angkatan kerja. Namun, sebagian besar UMKM tidak memiliki akses keuangan yang memadai. Produk keuangan dan investasi yang dimiliki oleh UMKM pada umumnya berupa jasa keuangan dan investasi tradisional.

Untuk dapat membawa UMKM ke layanan keuangan formal dan mampu berinvestasi di pasar keuangan akan membawa banyak keuntungan, baik bagi UMKM maupun bagi perekonomian pada umumnya. Bagi UMKM, lembaga keuangan akan mampu memberikan mekanisme perlindungan konsumen dan keamanan investasi yang lebih baik. Apalagi ada beberapa produk keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM untuk menunjang kegiatan usahanya, seperti tambahan modal dan asuransi sebagai bagian dari mekanisme proteksi usaha. Dari aspek pembiayaan, akses ke lembaga keuangan formal akan memberikan alternatif pembiayaan UMKM yang lebih terjangkau bagi UMKM dibandingkan dengan pembiayaan informal yang seringkali membebankan bunga yang sangat tinggi bagi UMKM

Bagi perekonomian secara umum, peningkatan akses UMKM ke lembaga keuangan formal, seperti bank, akan mampu meningkatkan tingkat simpanan dan memungkinkan bank untuk menyalurkan dananya ke sektor lain yang membutuhkan pembiayaan, termasuk masyarakat miskin produktif dan UMKM. Sistem keuangan juga akan semakin tangguh karena pemantauan peredaran dana diawasi oleh lembaga formal yang memiliki kewenangan untuk melakukan proses pemantauan.

Oleh karena itu, diperlukan upaya strategis untuk menciptakan lingkungan yang kondusif yang akan membawa UMKM menjadi lembaga keuangan. Salah satu langkah dasar terkait upaya tersebut adalah memahami pola investasi UMKM. DEFINIT ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan Baseline Survey Portofolio Investasi Rumah Tangga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah - Upaya Meningkatkan Partisipasi Penggunaan Jasa Keuangan pada tahun 2014. Tujuan survei adalah untuk memahami preferensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola investasi UMKM. Survei dilakukan di dua kota yaitu Kota Medan (Sumatera Utara) dan Kota Yogyakarta (DI Yogyakarta) dengan jumlah responden 500 orang. Respondennya adalah rumah tangga yang memiliki kegiatan produktif berupa usaha mikro, kecil, dan menengah. Hasil survei tersebut diharapkan dapat memberikan informasi terkini bagi para pengambil keputusan guna merumuskan kebijakan keuangan inklusif yang lebih efektif dengan meningkatkan akses UMKM terhadap produk dan layanan lembaga keuangan.